Provinsi Aceh menjadi daerah dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia. Data yang dieroleh dari badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Data Sosial Ekonomi menunjukkan tingkat pengangguran di Aceh periode Agustus 2015 tertinggi di Indonesia bersama dengan Maluku.
Sekretaris Disnakermobduk Aceh Rusydi, SH menyalahkan kondisi keamanan yang belum kondusif di Aceh. “Bagaimana orang mau investasi di Aceh, kalau tidak ada jaminan keamanan,” ujarnya. Padahal Gubernur Aceh sudah menegaskan bahwa Aceh aman untuk investasi, begitu juga Kapolda Aceh yang menjamin keamanan bagi investasi di Aceh.
Apa yang disampaikan Sekretaris Disnakermobduk Aceh ini terkesan melepaskan tanggung jawab karena Disnakermobduk adalah instansi yang paling bertanggung jawab dengan tingginya angka pengangguran di Aceh. “Kami sudah buat pelatihan, tapi hasil produksi tidak ada yang beli,” elaknya.
Hal ini tentu sangat ironis, mengingat jika hasil produksi berkualitas tinggi pasti akan direbut oleh pasar. Namun jika barang olahan hasil pelatihan tidak menarik konsumen, bagaimana mungkin bisa laku dipasaran.
Hal senada juga dikatakan oleh Kabid di Dinsosnaker Banda Aceh, Abdul Manaf. Ia berasalan usulan yang mereka susun banyak di coret oleh dewan di DPRK Banda Aceh. “Usulan yang kami susun semua dipotong, pelatihan juga dipotong, tapi dana aspirasi dewan tidak boleh dipotong,” ujarnya.
Salah satu upaya mengurangi angka penganguran adalah dengan mengundang perusahaan dari luar Aceh untuk merekrut putra-putri Aceh bekerja diperusahaan mereka, salah satunya dengan pameran bursa lowongan kerja, namun faktanya Dinsosnaker Banda Aceh tidak mengajukan agenda kegiatan tersebut pada pembahasan APBK 2016, mereka lebih senang dengan pelatihan-pelatihan yang hasilnya masih diragukan.
Begitu juga dengan Disnakermobduk Aceh, Kepala dinas sebelumnya Helvizar Ibrahim yang sekarang menjadi Kepala BPM Aceh, mengatakan pernah mengajukan anggaran pameran bursa kerja namun dicoret oleh dewan di DPRA dan hanya disetujui satu kali dengan dana yang sangat minim.
Hal ini tentu menjadi sangat aceh, upaya untuk mengatasi tingginya angka penganguran ternyata tidak didukung oleh wakil rakyat di DPRK/DPRA. Padahal jika hal ini dibiarkan akan menjadi bom waktu bagi nasib Aceh kedepan. Lapangan pekerjaan tidak ada, sehingga memilih jalan pintas menjadi pedagang narkoba.
Tiga provinsi dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi (TPT) masing-masing yaitu; Aceh sebesar 9,93 persen, Maluku 9,93 persen, dan Banten 9,55 persen. Sedangkan TPT terendah terjadi di Provinsi Bali dan Sulawesi Barat masing-masing sebesar 1,99 persen dan 3,35 persen.
Aceh triwulan III 2015 pada 5 November 2015 juga menunjukkan angka pengangguran terus bertambah, di atas rata-rata nasional sebesar 6,18 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh per Agustus 2015 mencapai 217 ribu atau 9,93 persen, mengalami peningkatan sebesar 26 ribu dibandingkan dengan keadaan Agustus 2014 yaitu 191 ribu (9,02 persen) dan lebih tinggi 2,2 persen dari TPT Februari 2015 sebesar 7,73 persen.
Dana Otonomi Khusus (Otsus) Rp. 42,2 triliun Kemanakah ?
Demikian publikasi yang dilakukan oleh Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS). Dalam publikasinya, lembaga nirlaba itu menyebutkan kondisi ini sangat ironis bagi pembangunan Aceh ke depan. Apalagi bila dibandingkan dengan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang diterima Aceh sejak tahun 2008 sampai 2015 telah mencapai Rp. 42,2 triliun. Berlimpahnya dana Otsus ternyata belum mampu menekan tingginya angka pengangguran di Aceh.
Bila Dana Otsus tidak dikelola dengan profesional dan tepat sasaran, maka akan berdampak lebih buruk terhadap masa depan ekonomi Aceh karena alokasi Dana Otsus hanya tinggal 12 tahun lagi dari total 20 tahun yang akan diterima Aceh (2008 – 2027).
Belum ada tanggapan untuk "Aceh "Juara" Pengangguran Se-Indonesia, Disnakermobduk Aceh Bekerja Kah ?"
Post a Comment